Nama Situs : Telaga Jaya VIII
(Sumuran Candi)
Alamat : Kp. Gunteng
Desa/Kelurahan : Teluk Buyung
Kecamatan : Pakisjaya
Kabupaten/Kota : Karawang
Koordinat
UTM : 107° 09' 17” BT dan
06° 15' 6” LS
Luas
Lahan : 4000 m²
Luas
Bangunan : 4 m, 6 m
Batas
Situs :
Utara : Persawahan
Selatan : Persawahan
Timur : Perkampungan
penduduk
Barat : Persawahan
Pemilik / Pengelola : Pemerintah
Deskripsi : Bangunan ini memiliki
bentuk menyerupai sumur, sehingga masyarakat menyebutnya sebagai sumuran candi.
Sumuran yang ada merupakan hasil dari proses penggalian masa kemudian,
sesungguhnya sumuran tersebut merupakan bagian kaki dari satu bangunan candi.
Ditemukan pada tahun 1984 oleh para peneliti dari Jurusan Arkeologi,
Universitas Indonesia. Secara
terus-menerus objek ini
ditangani oleh pemerintah dalam
hal penelitian, pengembangan dan pemanfaatannya. Pada tahun 1989 dilakukan
penataan, pemagaran, dan penempatan tenaga juru pelihara. Direncanakan pada
proses selanjutnya diadakan penataan lahan skala makro mengingat potensi yang
begitu besar. Situs ini dikenal juga dengan sebutan sumur
oleh masyarakat setempat. Penyebutan sumur oleh masyarakat disebabkan
penampakan bangunan di permukaan hanya berupa pondasi bangunan yang tersusun
dari bata yang di tengahnya kosong
menyerupai bilik. Bagian
kosong berberbentuk bujursangkar
di tengah bangunan ini selalu terisi air karena keletakannya yang lebih rendah
dari permukaan sawah, sehingga mirip sumur. Fondasi tersebut merupakan sisa
dari bagian bangunan yang diduga juga berupa candi, namun berukuran lebih kecil
bila dibandingkan dengan bangunan candi
lainnya, yaitu 6 m
x 4 m. Latar belakang keagamaan Buddha didasarkan pada tipologi material pendukung
dan temuan penyerta ketika dilakukan penelitian.
Berdasarkan
hasil penilaian, situs ini dinyatakan sebagai tinggalan purbakala yang memenuhi
kriteria sebagai Cagar Budaya Tingkat Provinsi (Jawa Barat) dan dilindungi oleh Undang-undang Nomor 11
tahun 2010 tentang Cagar Budaya
dan telah terdaftar
pada Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat.
Nama Situs : Asrama Polisi POLRES
Karawang
Alamat : Brigpol.
Sukarna
Desa/Kelurahan : Nagasari
Kecamatan : Karawang Barat
Kabupaten/Kota : Karawang
Koordinat
UTM : 06°18' 41,5” LS
dan 107°17' 37,0” BT
Luas
Lahan : 1925 m²
Luas
Bangunan : 168 m²
Batas
Situs :
Utara : Jl. Alun-alun
Selatan
Selatan : Sungai Citarum
Timur : Jl. Brigjen
Sukama
Barat : Pemukiman
Pemilik / Pengelola : POLRI
Deskripsi : Sejak awal dibangun hingga saat ini
difungsikan sebagai Asrama Polisi. Di lokasi ini terdapat lima bangunan rumah dinas utama, serta deretan bangunan
asrama yang terletak di belakangnya. Secara umum bangunan rumah dinas utama
berdenah salib dengan bentuk atap limasan. Terdapat koridor untuk menghubungkan
bangunan induk dengan deretan bangunan di bagian belakang. Jendela model
setangkup dengan ram-ram dari bahan kayu
dan pada bagian dalam berteralis dari batangan besi. Terdapat kanopi dari bahan
kayu berbentuk persegi panjang dengan konstruksi gantung dari bahan besi.
Lubang angin berbentuk persegi berukuran besar dan ditutup kaca berbingkai.
Bangunan yang berada
di deretan nomer
satu saat sekarang berfungsi
sebagai Rumah Dinas
Wakapolres Karawang, sedangkan
bangunan yang berada di deretan
nomer lima difungsikan untuk
sekolah taman kanak-kanak Bhayangkari 12.
Berdasarkan hasil
penilaian, situs ini
dinyatakan sebagai tinggalan purbakala yang memenuhi kriteria
sebagai Cagar Budaya Tingkat Provinsi (Jawa Barat) dan dilindungi oleh Undang-undang
Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya
dan telah terdaftar
pada Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat.
Nama Situs : Candi Blandongan
(Segaran V)
Alamat : Kp. Segaran
Desa/Kelurahan : Segaran
Kecamatan : Batujaya
Kabupaten/Kota : Karawang
Koordinat
UTM : 107° 09' 03"
BT dan 6° 16' 17" LS
Luas
Lahan : 5698 m²
Luas
Bangunan : 605,16 m²
Batas
Situs :
Utara : Sawah
Selatan : Sawah
Timur : Sawah
Barat : Sawah
Pemilik / Pengelola : Pemerintah
Deskripsi : Dari hasil penelitian beberapa kali oleh Puslit
Arkenas dikatakan bahwa candi Blandongan mengalami dua periode pendirian. Hasil
penelitian(carbon dating) menyimpulkan
bahwa bagian tengah
candi Blandongan didirikan sekitar abad XII M, sedangkan penelitian
terhadap sebaran temuan amulet di sekitar kaki candi memperlihatkan amulet berasal dari abad VII/VIII M.
Candi Blandongan
merupakan satu dari
sejumlah candi yang
diduga tersebar di kawasan kompleks situs percandian Batujaya. Candi ini
berlatar agama Buddha, berukuran 25 m x 25 m, terbuat dari bata dengan ornamen
yang rumit dan kaya akan perbingkaian, antara lain berupa pelipit rata
(Patta), pelipit setengah
lingkaran (kumuda), dan
berornamen bingkai bergerigi.
Pada ke empat sisinya terdapat 4 buah pintu masuk berupa tangga, dengan pintu
utama berada di sisi barat laut. Dari hasil penelitian, di situs ini banyak
ditemukan artefak yang berasal dari masa klasik dengan corak Budhis, antara
lain amulet dan prasasti. Selain itu juga ditemukan artefak dari masa
prasejarah, antara lain gerabah Buni, manik-manik, dan kapak batu.
Berdasarkan hasil
penilaian, situs ini
dinyatakan sebagai tinggalan purbakala yang memenuhi kriteria
sebagai Cagar Budaya Tingkat Provinsi (Jawa Barat) dan dilindungi oleh Undang-undang
Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya
dan telah terdaftar
pada Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat.
Nama Situs : Candi Jiwa (Segaran I)
Alamat : Kp.
Sumurjaya
Desa/Kelurahan : Segaran
Kecamatan : Batujaya
Kabupaten/Kota : Karawang
Koordinat
UTM : 107° 09' 03"
BT dan 06° 16' 17"
Luas
Lahan : 2256,25
m²
Luas
Bangunan : 2109.75 m²
Batas
Situs :
Utara : Sawah
Selatan : Sawah
Timur : Sawah
Barat : Sawah
Pemilik / Pengelola : Pemerintah
Deskripsi : Penamaan candi
Jiwa berasal dari cerita rakyat, bahwa saat daerah ini sering mengalami musibah
banjir banyak penduduk yang memanfaatkan candi yang ketika masih berupa
gundukan tanah, untuk menyelamatkan ternak. Namun, selang beberapa hari
binatang tersebut bukannya aman, tapi mati. Mengingat unur tersebut ternyata
bangunan candi, akhirnya sekarang masyarakat menyebutnya sebagai candi Jiwa.
Candi Jiwa adalah bangunan
keagamaan berlatar Buddhis.
Berdasarkan data arkeologis
diduga dari abad 4-5 Masehi.
Pada
bagian struktur atas bangunan terdapat bentuk seperti bunga teratai dan di
tengahnya terdapat denah melingkar berdiameter sekitar 6 m, yang
kemungkinan bekas dudukan
arca buddha. Bentuk
seperti ini diinterpretasikan
sebagai stupa/arca Buddha di atas bunga
teratai yang sedang mekar terapung di tengah telaga.
Pada kaki candi terdapat hiasan
profil berbentuk pelipit rata (patta), pelipit penyangga(uttara) serta
pelipit setengah lingkaran(kumuda). Bangunannya dibuat
dari susunan bata
dengan denah bujur
sangkar ukuran 19 x 19 m. Tinggi bangunan dari lantai selasar candi
sampai dengan bagian atas tubuh candi yang masih tersisa adalah 3,84 m atau 48 lapis bata tanpa tangga dan
berorientasi tenggara-barat. Di sisi barat terdapat susunan bata sejajar sisi
bangunan menyerupai tangga yang menjorok.
Berdasarkan hasil
penilaian, situs ini
dinyatakan sebagai tinggalan purbakala yang memenuhi kriteria
sebagai Cagar Budaya Tingkat Provinsi (Jawa Barat) dan dilindungi oleh Undang-undang
Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya
dan telah terdaftar
pada Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat.
Nama Situs : Candi Serut (Telaga
Jaya IA)
Alamat : Kp. Gunteng
Desa/Kelurahan : Segaran
Kecamatan : Batujaya
Kabupaten/Kota : Karawang
Koordinat
UTM : 06° 03'23" LS
dan 107° 08'51" BT
Luas
Lahan : 8760 m²
Luas
Bangunan : 8760 m²
Batas
Situs :
Utara : Rumah penduduk
Selatan : Sawah
Timur : Rumah penduduk
Barat : Sawah
Pemilik / Pengelola : Pemerintah
Deskripsi : Menurut
sejarahnya, candi Telagajaya IA diduga telah ada sejak abad V M, sehingga
diduga pula merupakan bagian tinggalan dari masa kerajaan Tarumanagara yang
berdasarkan prasastinya memang memiliki kekuasaan meliputi wilayah yang
sekarang disebut sebagai Jawa Barat, termasuk di dalamnya adalah Kabupaten
Karawang. Dengan Deskripsi sejarah itu dan didukung dengan temuan-temuan yang
ada, maka dapat diketahui pula bahwa candi Telagajaya IA berDeskripsi agama
Buddha.
Latar
pemberian nama dan penemuan situs ini pun menarik. Pada awalnya, masyarakat
hanya mengetahui adanya serakan bata di sawah mereka yang berdekatan dengan
satu dataran tinggi
yang seringkali mereka
sebut sebagai unur. Unur,
dalam bahasa setempat
berarti bukit (gundukan tanah). Unur dimana Candi
Telagajaya IA terpendam tidaklah memiliki nama. Namun beberapa meter dari
lokasi Candi Telagajaya IA ditemukan sisa
bangunan candi pula.
Lokasi penemuan bangunan
ini disebut masyarakat dengan
Unur Serut, sedangkan untuk penyebutan ilmiah dan akademis digunakan kode
Telagajaya IC. Penyebutan nama unur serut disebabkan di atas unur tersebut
tumbuh pohon serut, maka secara umum bangunan-bangunan di dalam lingkungan
Situs Telagajaya IA, IB dan IC yang saling
berdekatan terkadang disebut
pula dengan Situs
Unur Serut. Sesungguhnya di lahan
lingkungan yang disebut sebagai Situs Telagajaya I atau oleh masyarakat sekitar
seringkali disebut dengan Unur Serut terdiri dari tiga bangunan yang
masing-masing diberi kode sebagai Telagajaya IA (Candi Serut), Telagajaya IB
dan Telagajaya IC.
Bangunan candi
ini menghadap Timur
Laut. Candi Telagajaya
IA tidak memiliki tangga ataupun
pintu masuk. Halaman hanya berada di sisi depan dengan batas-batasnya berupa
pagar. Sayangnya hingga saat ini belum dapat diketahui dimana letak pintu
gerbang halaman.
Saat
ditemukan, keadaan candi Telagajaya IA hanya tersisa bagian kaki candinya saja,
bagian badan dan atasnya sudah tidak dapat diketahui bentuknya karena
kemungkinan telah runtuh dan hancur. Sisa-sisa dari bagian yang runtuh masih
dapat disaksikan melalui serakan bata di sekitar bangunan candi. Meskipun tidak
memiliki tangga ataupun pintu masuk, tetapi candi Telagajaya diduga memiliki
ruang (bilik) pada bagian dalam bangunannya, hal tersebut dapat dilihat dari
sisa bangunan yang ada. Bata
yang
digunakan berukuran panjang 42 cm, lebar 22 cm dan tebal 7 cm. Bata-bata tersebut
disusun tanpa menggunakan semen dan pasir seperti sekarang. Pada sisa runtuhan
bangunan ditemukan pula serakan batu-batu bulat kecil yang menggumpal dalam
bentuk bongkahan-bongkahan yang terekat
dengan bahan putih
seperti kapur. Dilihat
sekilas menyerupai bongkahan pecahan
beton pada masa
sekarang. Sesungguhnya
bongkahan-bongkahan itu adalah runtuhan dari bahan yang disebut stuko, bahan
dasarnya memang kapur. Bila kita melihat saat ini candi Telagajaya IA hanya
terdiri dari susunan bata, sesungguhnya pada masa lalunya, dinding bagian luar
bangunan dan juga
bagian dalamnya dilapisi
dengan lepa (kapur) yang diketahui
dari sisa runtuhannya juga kaya dengan ragam hias.
Selain
bangunan candi, situs Telagajaya IA menyimpan banyak temuan berupa artefak
kecil, seperti manik-manik,
pecahan gerabah, sisa-sisa pecahan arca dan benda logam.
Manik-manik adalah sejenis benda yang terbuat dari batu atau kaca. Manik-manik
yang berwarna-warni ini biasa digunakan sebagai perhiasan. Pecahan gerabah di
situs Telagajaya IA sangat banyak ditemukan, terutama pada lapisan permukaan
dimana lapisan buni terdapat. Gerabah yang ditemukan berasal dari beragam
jenis, contohnya tempayan dari yang berukuran besar hingga yang kecil, dupa,
wadah lampu (celupak)dan banyak lagi yang sebagian besar masih belum dapat
diketahui bentuk aslinya. Maksud dari sisa pecahan arca adalah sisa dari
artefak berupa kepala arca kecil atau
bagian lainnya yang terbuat dari bahan kapur. Bentuknya bisa
manusia ataupun hewan
legenda(antromorphik). Dari
pengamatan terhadap bentuk dan bahan arca, diduga bahwa sisa pecahan itu
merupakan bagian dari arca yang menempel pada dinding. Benda logam yang
ditemukan di situs ini ada yang cukup menarik, berupa cerat kendi yang cukup
indah. Sayangnya bagian badan dari kendinya tidak ditemukan.
Selain benda-benda artefak, di
situs Telagajaya IA juga banyak ditemukan benda-benda masa lalu berupa ekofak,
seperti tulang-belulang, gigi dan sisa-sisa kayu. Tulang-belulang dan gigi yang
ditemukan sebagian besar dapat diketahui berasal dari jenis hewan mamalia
seperti sapi dan kerbau.
Berdasarkan hasil
penilaian, situs ini
dinyatakan sebagai tinggalan purbakala yang memenuhi kriteria
sebagai Cagar Budaya Tingkat Provinsi (Jawa Barat) dan dilindungi oleh Undang-undang
Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya
dan telah terdaftar
pada Dinas Pariwisata
dan
Nama Situs : Bendung Walahar
Alamat : -
Desa/Kelurahan : Walahar
Kecamatan : Klari
Kabupaten/Kota : Karawang
Koordinat
UTM : 06° 22' 57,8” LS
dan 107° 21' 38,3”BT
Luas
Lahan : 3590 m²
Luas
Bangunan : 1800 m²
Batas
Situs :
Utara : Desa Anggadita
Selatan : Desa Kutapohaci
Timur : Sungai Citarum
Barat : Sungai Citarum
Pemilik / Pengelola : Pemerintah / Dinas pekerjaan umum
Deskripsi : Bendung berfungsi sebagai cekdam
penahan banjir, dan pengatur air untuk
irigasi sawah di seluruh wilayah Kabupaten Karawang. Dibangun tahun 1920 dan
difungsikan pada tahun
1925, sesuai dengan
inskripsi yang tertera di dinding
atas sisi Utara yang berbunyi sebagai berikut : Bendung Walahar Kali Tjitarum Mulai Dipakai 30 Nopember 1925 .
Bangunan
terdiri dari dua bagian yang membentang arah utara- selatan. Bagian bawah
berupa pintu air yang berjumlah enam, masing-masing lebarnya 20 m. Satu pintu
di sisi selatan dahulu digunakan untuk jalannya perahu pengangkut
kayu, dan lima
pintu lainnya untuk
mengatur air. Bagian atas
merupakan ruang mesin dengan konstruksi kayu jati yang kokoh dan pilar-pilar
semu yang berfungsi sebagai struktur bangunan.
Bangunan
terdiri dari dua bagian yang membentang arah utara-selatan. Bagian bawah berupa
pintu air yang berjumlah enam, masing-masing lebarnya 20 m. Satu pintu di sisi
selatan dahulu digunakan untuk jalannya perahu
pengangkut kayu, dan
lima pintu lainnya
untuk mengatur air. Bagian atas merupakan ruang mesin dengan
konstruksi kayu jati yang kokoh dan pilar-pilar semu yang berfungsi sebagai
struktur bangunan. Mesin di ruang ini -made in Checoslovakia- yang belum pernah
overhole sejak difungsikannya. Mesin-mesin
tersebut terdiri dari :
(1) stop lock dengan lebar delapan meter dengan sistem
-knock down- yang berfungsi
untuk menutup saluran
sebelah udik apabila
pintu buang (untuk mengeluarkan air keluar) akan
diperbaiki. Mesin ini berkapasitas 12 PK. Pada pintu satu terdapat tujuh buah
stop lock. (2) Panel pintu flap satu, (3) mesin bubut (untuk mereparasi spare
part, pada saat ini sudah tidak difungsikan), (4) mesin pengerek. Selain itu
juga terdapat (5) papan duga air dengan teknik semi manual untuk mengetahui
tinggi permukaan air dengan sistem pelampung. Untuk sampai ke ruang ini
terdapat dua tangga. Tangga di sisi
selatan berupa undakan, lantainya ubin dari bahan batu andesit. Di sisi utara
lantai tangganya menggunakan bahan kayu. Arsitektur bangunan mengandung
unsur-unsur pelengkung, baik sebagai konstruksi maupun sebagai
dekorasi. Atap bangunan ini
berbentuk limasan, konstruksinya dari bahan kayu jati, sedangkan gentengnya
menggunakan genteng jenis ”keser”.
Dinding di bagian
atas terdapat hiasan
motif geometris. Bangunan bendung pada sisi selatan ujungnya menjorok ke
arah barat. Pada
dinding atasnya terdapat
dua buah bull's
eye tanpa penutup yang
letaknya berhadapan. Langit-langit
di bagian teritisan menggunakan bahan kayu jati. Lantai
keseluruhan menggunakan ubin dari bahan batu andesit, pintu masuk dari besi
dengan motif belah ketupat yang ujung-ujungnya terpotong sehingga membentuk
segi sepuluh, sedangkan jendelanya
kombinasi antara kaca
dan nako. Saat
sekarang antara bangunan atas
dan bawah dipakai
untuk jalan umum
yang menghubungkan desa Klari dan desa Anggadita.
Berdasarkan hasil
penilaian, situs ini
dinyatakan sebagai tinggalan purbakala yang memenuhi kriteria sebagai Cagar Budaya
Tingkat Provinsi (Jawa Barat) dan dilindungi oleh Undang-undang Nomor 11 tahun
2010 tentang Cagar Budaya
dan telah terdaftar
pada Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat.